SUARA SUMBAR | LOMBOK — Senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Mirah Midadan Fahmid, menegaskan komitmennya terhadap isu-isu strategis nasional seperti transisi energi terbarukan, keterlibatan generasi muda dalam politik, hingga pentingnya kebijakan yang inklusif bagi perempuan dan penyandang disabilitas. Hal ini ia sampaikan dalam wawancara podcast Inside Talks bertajuk “Mirah Jawab Pertanyaan Netizen: Tanpa Lombok, Sumbawa Bisa Apa?”
Dalam perbincangan tersebut, Mirah menyoroti pentingnya membangun ruang kolaboratif di parlemen. Ia menyebut bahwa meski tergolong muda dan baru, lingkungan di DPD RI cukup egaliter. “Di DPD, semua senator dipandang sebagai wakil daerah tanpa membedakan usia atau senioritas. Yang utama adalah kontribusi bagi daerah,” ujarnya.
Senator Mirah juga mengungkap keprihatinannya terhadap minimnya keterwakilan anak muda dalam politik. Menurutnya, salah satu penyebab utamanya adalah tantangan mentalitas. “Politik itu tidak hanya soal intelektual, tapi juga soal ketahanan mental. Tekanan dan dinamika politik tidak semua anak muda siap hadapi, berbeda dengan dunia wirausaha yang tekanan psikologisnya berbeda,” jelasnya.
Di sisi lain, Senator Mirah kembali mengangkat pentingnya transisi energi terbarukan. Ia menjelaskan bahwa sejak awal masa kampanye, isu energi hijau menjadi fokus perjuangannya. NTB, katanya, memiliki potensi besar di sektor energi panas bumi, air, dan matahari. Bahkan, NTB menargetkan net zero emission pada 2050—lebih cepat dari target nasional. Namun ia menekankan bahwa transisi energi tidak bisa dilakukan tanpa investasi besar dan dukungan teknologi internasional.
Lebih jauh, Senator Mirah mengingatkan bahwa transisi energi juga harus berkeadilan secara sosial, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan. Ia mencontohkan, ketika PLTU ditutup, banyak perempuan terdampak karena hilangnya lapangan kerja. “Perempuan memiliki tantangan ganda—beban rumah tangga dan ekonomi, keterbatasan mobilitas, serta minim akses terhadap pelatihan. Harus ada kebijakan afirmatif,” katanya.
Dalam hal ini, ia mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi NTB yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2024, yang memuat prinsip gender equality, disability inclusion, dan social inclusion dalam kerangka Just Energy Transition. “Langkah progresif seperti ini masih sangat jarang pada level daerah lain di Indonesia,” kata Mirah.
Senator Mirah juga menyoroti kelompok difabel perempuan yang masih belum mendapatkan akses pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja yang memadai. “Keadilan energi itu bukan cuma soal hasil akhir, tapi juga bagaimana akses itu dibuka sejak awal—dari pelatihan, pendidikan, hingga peluang kerja,” tegasnya.
Menanggapi isu pemekaran wilayah Sumbawa, ia menyarankan pendekatan yang bijak dan konstitusional. “Saya lebih suka menyebutnya pemekaran, bukan pemisahan. Itu harus sesuai dengan semangat otonomi daerah, bukan karena konflik,” pungkasnya.
Di akhir diskusi, Senator Mirah mengajak semua pihak untuk membangun masa depan yang inklusif, berkeadilan, dan berpihak pada kelompok yang selama ini kurang terdengar suaranya. “Pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang,” tutupnya.